Den Haag (Catatan Perjalanan Guru Favorit Jambi Ekspres ke Eropa (4)
BISA bertemu dengan oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI di
Den Haag, Bambang Hari Wibisono, bukanlah hal yang kebetulan. Panitia
Guru Favorit Jambi Ekspres 2013, sejak sebulan terakhir telah instens
melakukan komunikasi dengan beliau terkait dengan rencana pertemuan
ini. Alhamdulilah, meski baru menjabat delapan bulan sebagai Atase
Pendidikan dan Kebudayaan, ternyata Wibisono, begitu beliau biasa
disapa, sangat menguasai pekerjaannya sekarang. Ia memaparkan begitu
banyak hal berkaitan dengan dunia pendidikan di sana.
Saya mungkin tak mejabarkan secara rinci, bagian demi bagian hasil
diskusi Guru Favorit Jambi Ekspres 2013 bersama beliau, karena nanti,
Guru Favorit sepulang dari Eropa juga akan menulis lebih detail terkait
ini. Namun secara umum, bisa saya ceritakan bahwa di Belanda, jumlah
pelajar Indonesia semakin bertambah dan bertambah. Gambaran Wibisono,
jika tahun 2011 jumlah pelajar mencapai 1.250, kenaikan terus terjadi
hingga tahun 2013, melebihi angka 2000. Tahun 2013 ini saja, 300
mahasiswa baru kuliah di sana.
Jika melihat kondisi Belanda yang tenang, wajar memang negara ini
menjadi tempat yang nyaman untuk kuliah. Biaya hidup di Belanda jika
dibanding negara tetangganya seperti Perancis, Inggris, maka Belanda
masih terbilang hemat. Kotanya yang tenang bebas macet, menyiapkan jalur
transportasi yang murah yaitu sepeda. Setiap jalan di Belanda memiliki
jalur sepeda, juga di samping setiap kanal, sungai, dan di atas kanal.
Bahkan, ada jembatan dan terowongan khusus sepeda. Di Belanda juga ada
pengendara sepeda motor, tapi hanya sepertiga dari mereka yang menaiki
sepeda motor, namun itu jarang sekali ditemukan. Hampir selama dua hari
di Belanda, tak pernah sekalipun kami berjumpa dengan pengguna sepeda
motor.
Sebagai gambaran saja, kami pernah melewati gedung kantor Royal
Dutch Shell plc yaitu sebuah perusahaan energi utama, salah satu
peringkat 4 atas perusahaan swasta minyak dan gas di dunia yang
memiliki bisnis petrokimia yang cukup besar dan bermarkas di Den Haag.
Apa yang ditemukan di halaman perkantorannya? Deretan banyak sepeda! Itu
merupakan alat transportasi yang digunakan oleh karyawan, peneliti
hingga level manager. Jika saja itu di Indonesia, tentu saja karyawannya
sudah bermobil mewah dan akan rame mobil bermerek di halaman parkir.
Tapi itulah Belanda, dengan segala kesederhanaannya, jadi jangan heran,
di sepanjang jalan, banyak sekali ditemui perempuan modis, pria
berdasi,ibu rumah tangga, orang tua hingga anak muda, lalu lalang
menggunakan sepeda. Sepedanya pun bukan sepeda modern seperti sepeda
mahal yang sering digunakan gowes orang-orang di Jambi, kebanyakan
adalah sepeda klasik, desainnya mirip ontel dan biasa saja!.
Di pusat perkotaan Den Haag, saya juga bertemu salah satu warga
Indonesia bernama Angelina Jongste yang telah 15 tahun tinggal di
Belanda. Ia mengaku, tinggal di Belanda itu sangat nyaman. Kompetisi
hidup di Belanda adalah prestasi dan kualitas hidup. Orang yang sehat
adalah orang yang dianggap berhasil dalam hidup. Tidak ada persaingan
untuk memiliki mobil banyak, tidak ada kompetisi untuk punya anak
banyak. “Tapi hidup di sini keras, kerja kerja dan kerja, kalau biasa
manja di Indonesia maka tidak akan sanggup dan akan kesulitan hidup di
sini,” ujar perempuan asal Lampung ini. Bersuamikan orang Belanda, Angel
kini juga telah memiliki pekerjaan tetap di sana. Ia juga
mengingatkan, jika terbiasa hidup mewah maka harus siap dengan gaya
hidup biasa saja di sana. “Karena di sini, hidup itu simple, yang
penting punya rumah, pekerjaan, sehat, olahraga dan menyiapkan tabungan
untuk kesenangan di hari tua,” lanjutnya lagi.
Kembali ke diskusi kami dengan Wibisono, Atase Pendidikan dan
kebudayaan KBRI di Den Haag. Menurut Wibisono, meski dibanding negara
Eropa lain, biaya kuliah di Belanda tergolong cukup tinggi, namun
sebagian besar mahasiswa Indonesia yang datang ke sana, dikatakan
Wibisono, telah mengantongi tiket beasiswa dari berbagai sponsor. Jika
Anda adalah pelajar yang berasal dari Uni Eropa, biaya kuliah tahunan
untuk mendaftar sebuah program sarjana adalah sekitar 1.700 Euro atau
sekitar 27,2 Juta dalam rupiah. Bagi yang berasal dari luar Uni Eropa,
biaya kuliah bisa mencapai dua kali bahkan lebih dan itu pun tergantung
kampus.
“Agak menarik, jika dulu kebanyakan warga kita yang datang adalah
mengambil S2 atau S3 di Belanda, tahun ini selera masyarakat kita mulai
berubah, sebagian yang datang juga adalah mereka yang hendak mengambil
S1,” lanjut Wibisono. Meski kuliah di Belanda cukup berat karena
materinya sangat banyak belum lagi beban tugas yang tinggi, namun ada
kemudahan bagi mahasiswa asing karena mahasiswa tidak wajib menggunakan
bahasa Belanda mengingat hampir 90 persen kampus di sana menggunakan
bahasa pengantarnya Bahasa Inggris.
Kampus-kampus di Belanda biasanya juga menyiapkan fasilitas printer
dan scanner plus koleksi komputer canggih dengan koneksi internet super
cepat. Tak kalah menariknya, Meski jauh dari kampung halaman, di
Belanda masih ditemukan masakan Indonesia di beberapa retoran, juga
masakan China yang rasanya tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Hidup di
Belanda, memang tak begitu sulit bagi orang Indonesia, tinggal kesiapan
mental dan biaya saja yang harus dimatangkan.
Lantas bagaimana dengan sekolah setara SD, SMP dan SMA di Belanda?
Wibisono memang tak terlalu banyak bercerita. Karena semua Guru Favorit
Jambi Ekspres 2013, akan segera beliau antar ke sekolah terkemuka di
Belanda yaitu Lyceum Ypenburg. Wibisono meminta semua Guru Favorit Jambi
Ekspres 2013 selama berada di Lyceum Ypenburg, bisa memetik manfaat,
mencontek hal positif dan nantinya bisa berbagi ilmu dengan rekan guru
lain di Jambi serta. Diskusi kami berakhir, lalu semua bersiap menuju
Lyceum Ypenburg, jaraknya sekitar 20 menit dari kantor KBRI. Pak
Wibisono mengendarai mobil dinasnya, rombongan Guru Favorit pun
menyusul dengan bus. Kini, semua Guru Favorit Jambi Ekspres, bersiap
belajar di sekolah tersebut. (Dona***)